Tuesday, October 3, 2017

SEJARAH BERDIRINYA PONDOK PESANTREN DARUL AITAM WAL MASKIN (DAYAMA) JEROWARU

KIPRAH,  PERJUANGAN DAN PENGABDIAN TGH. M. MUTAWALLI
A.    KIPRAH DI BIDANG PENDIDIKAN

1.      Membuka Majlis Taklim
Tuan Guru Haji Muhammad Mutawalli setelah sekian tahun menuntut ilmu di tanah suci Makkah  al-Mukarramah dan kembali kekampung  halamannya di Indonesia untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan agama dan mendorong sekaligus membantu tatanan moralitas dan akhlak mulia (al-ahklak al-karimah) di kalangan masyarakat muslim pada khususnya, dan masyarakat secara umum.
 Tradisi Tuan Guru Lombok sepulang dari pengembaranya menuntut ilmu, adalah membetuk pengajian-pengajian kecil di tempat tinggalnya dengan system khalaqoh ( duduk bersila ), di mana Tuan Guru dan santri mengaji di hadapan Tuan Guru dengan materi-materi pengajian yang paling mendasar, mulai dari materi ke-tauhid-an dengan membuka kitab Arab Melayu seperti Masailah al-Muhtady, Perukunan, dan lain sebagainya. Hal ini dimaksud untuk mempertebal keyakinan masyarakat akan hakikat Allah SWT sebagai pecipta alam semesta, mengingat kondisi masyarakat saat itu, sangant rentan denagan apa yang disebut TBC (Takhayul, bid’ah dan Churafat) ­­Kondisi ini terus berkembang dan berakar di kalangan masyarakat secara umum, didebabkan karna paham animisme masyarakat sudah terbentuk sejak penjajahan Kerajaan Karnag Asem Hindu Bali yang menjajah masyarakat sasak sekian abad lamanya, sehingga tidak mengherankan jika masyarakat terpolarisasi dengan paham-paham Hinduisme.
TGH. Muhammad Mutwalli, sebagai salah seorang tokoh agama dan tokoh masyarakat, amat sangat terpanggil untuk menyelamatkan akidah dan keyakinan masyarakat Sasak dari keyakinan-keyakinan yang sesat, keyakinan yang membawa kemusyrikan. Maka dari situlah TGH. Muhammad Mutawalli mulai membuka Majlis Taklim, Majlis pengajian untuk masyarakat umum.
Sebetulnya, aktivitas dakwah beliau telah dirintisnya semenjak beliau masih menjadi santri di pondok Pesantren Selaparang Kediri Lombok Barat di bawah asuhan TGH. L. Abdul Hafidz Sulaiman sekitar tahun 1937-an tetapi aktivitas pengajian umum beliau tidak berjalan dengan lancar karan terikat dengan aktivitas beliau dalam mengikuti pengajian kitab kuning dihadapan TGH. L. Abdul Hafidz, dan eksisnya beliau menyebarluaskan syiar dan ajaran Islam setlah beliau pulang dari Tanah Suci Makkah pada tahun 1947. 
Aktifitas dakwah beliau dengan system Majlis Taklim/duduk bersila: Khalakoh, dirintis pertamakali di keramat Direk Jerowaru, tempat tingal TGH. Muhammad Mutawalli bersama keluarga. Rintissan tempat pertama kali TGH Muhammad Mutawalli membuka pengajian sangat relevan sekali dengan nilai filosofis Keramat Direk, hal ini dilandasi dengan berbagai versi tentang penamaan Keramat Direk, antara lain;
Versi TGH. M. Sibawaihi Mutawalli, Ust. Ratmaji, dan Ust. H. Jamil Saefudin, mengatakn penamaan Keramat Direk itu sebetulnya adalah diambil dari bahasa sasak Keremak Dirik Keremak: artinya memperbaiki diri, Diri’: Diri jadi Keremak Diri’: artinya memperbaiki dari segala hal-hal yang merusak iman dan taqwa serta akhlak mulia.
Versi mamiq hafizd (L. Sinerep) menyebut bahwa Keramat Direk, itu di artikan sebagai tempat keramat, di tempat itu dimakamkan seorang tokoh penyebar Islam di desa Jerowaru yang beragama Arab-Makasar, yang terkenal dengan nama marga Al-Idrus, dan bukti adanya marga Arab Al-Idrus sebagai keturunan Nabi Muhammad dari Husaini, yaitu adanya pertalian hubungan keluarga dengan masyarakat Jerowaru sehingga keturunan-keturunan yang tersebar di daerah pesisir pantai seperti: Tanjung Luar, Jerowaru Selebung, Lungkak, dan lain-lain, dan keturunan sayyid tersebut secara otomatis dan hubungan kekeluargaan dengan Tuan Guru Haji Muhammad Mutawalli dari pihak perempuan. Dan inilah yang menyebabkan tempat itu dinamakan keramat (mulia) yang secara kebetulan berada di Dire’ (Sasak), lawan dari Bongkot (Sasak) yang berarti hilir.
Menurrt hemat penulis, penamaan Keramat Dire’ itu bias saja terjadi perbedaan penafsiran (Interpretasi) tergantung dari presfektif mana ditinjau, Keramat Dire’ yang berarti Kerema’ Diri’ dalam tinjauan linguistiknya atau Keramat Dire’ dalam tinjauan historisnya, tetap saja berorientasi pada satu pemaknaan yaitu mengembangkan potensi-potensi mulia yang pernah dirintis oleh para pendahulu yang bertujuan untuk bagaiman mengkerema’ diri’ (memperbaiki diri) dari tatanan amoral menjadi moral, dari asusila menjadi susila, dari akhlak yang jelek menuju akhlak yang terpuji. Sehingga dengan demikian akan mendapatkan hidayah dan taufiq dari Allah SWT.
Keramat Dire’ adalah saksi bisu sejarah perjuangan dakwah TGH. Muhammad Mutawalli yang pertama kali dirintis. Dan dari sinilah nama dan ketokohan TGH. Muhammad Mutawalli tersebar di kalangan masyarakat, baik masyarakat level bawah (awam ) maupun masyarakat level atas (elite), dan  aktifitas pengajian khalaqoh TGH. Muhammad Mutawalli di tempat itu, terus dipadati dan dibanjiri oleh para santri dan masyarakat sekitar selama ukuran waktu 1947-1954 M.

1.      Membuka Lembaga Pendidikan
a.      Lembaga Pendidikan Nahdlatul Awam Jerowaru.
TGH. Muhammad Mutawalli denagn segala kepiawaiannya dalam menyampaikan misi syiar Islam di kalangan masyarakat,  bukan hanya membentuk Majlis Taklim, maka masyarakat menginginkan supaya ada lembaga pendidikan formal yang bias menampung para santri yang tidak mampu sekolah ke luar desa, seperti ke Pancor, Kediri, Lomban, Jurang Jaler, dan sebagainya.
Berdasarkan desakan masyarakt sekitar, dan semangat keberagamaan mereka, TGH. Muhammad Mutawalli merasa terpanggil untuk mendirilkan lembaga formal, sehingga terbentuk sebuah Madrasah ibtida’iyyah (MI) yang di beri nama dengan Madrasah Nahdlatul Awam yang di dirikan  pada tahun 1954 M yang berlokasi di sebuah utara masjid Jerowaru yang sekarang.
Lokasi madrasah Nahdlatul Awam yang berada di tengah-tengah desa sangat strategis untuk dijangkau oleh para santri dari sekitar desa Jerowaru. Dan kebanyakakn santri datang dari dusun-dusun terpencil seperti dusun pelambik, kelebuh, Batu Bawi, Orong Bukal, Paek, dan sebagainya.
Animo masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya di madrasah Nahdlatul Awam dapat dilihat dari banyaknya santri-santri yang belajar dari madrasah tersebut sekitas ratusan siswa yang terdaftar. Dengan demikian segala aktivitas kegiatan belajar mengajar(KBM) sangant tergantung pada aspek-aspek yang bertalian denagn urusan kependidikan, mulai dari tenaga pengajar, kurikulum, sarana dan prasarana, dan aspek-aspek tersebut sangat terbatas yang dimiliki oleh sebuah lembaga kecil yang bernama Nahdlatul Awam.
Adapun sarana dan prasarana berupa bangunan madrasah Nahdlatul Awam pada awalnya terdiri dari bangunan sederhana yang hanya menampung bebrapa puluh siswa, akan tetapi dalam waktu yang tidak terlalu lama bangunan Madrasah Nahdlatul Awam diperbaiki dan diperluas area lokasinya sehingga dapat menampung para siswa yang belajar di madrasah Nahdlatul Awam dan madrasah ini masih dikatagorikan sebagai madrasah sederhana dan tradisioanal.
Kegiatan belajar mengajar di madrasah Nahdlatul Awam berjalan seadanya, karna keterbatsan tenaga penagajar, dan pada saat itu tenaga pengajar hanya empat dewan guru yaitu, Ustadz Badaruddin, Ustadz Karim, Ustadz Suahaimi, dan Ustadz Sayyid Shaleh al-Idrus. Para dewan guru tersebut dengan segala keterbatasan fasilitas tetap menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai dewan guru.
Madrasah Nahdlatul Awam di bawa asuhan pendirinya Tuan Guru Haji Muhammad Muatawalli mengalami pasang surut, sehingga pada akhirnya terjadi stagnasi pengelolaan dan kemandegan kegiatan belajar menagajar yang disebabkan karena persoalan ekonomi, sehingga madrasah Nahdlatul Awam hanya bias eksis dan bertahan selama empat tahun (1954-1958 M).
b.      Pondok Pesantren Darul Aitam
Madrasah Nahdlatul Awam sebagai cikal bakal lahirnya pondak pesantren Darul Aitam yang dirintis oleh Tuan Guru Haji Muhammad Mutawalli sejak tahaun 1954 M, berselang kurun waktu antara Tahun 1954-1971 M, pesantren Darul Aitam terjadi dinamika perkembangan dan pertumbuhan yang ‘ dinamis’’. Pada tahun 1954 M sampai tahun 1958 M terbentuknya Madrasah Ibtidaiyyah Nahdlatul Awam dengan segala kesederhanaannya, sehingga bubarnya madrasah tersebut pada tahun 1958 M. Meskipun secara kelembagaan madrasah Nahdlatul Awam bubar, tapi masyarakat tetap berbondang-bondong mengikuti pengajian umum yang disampaikan oleh TGH. Muhammad Mutawalli, tempatnya tahun 1959 M masyarakat luar kabupaten Lombok timur sudah berdatangan seperti dari Kenyalu, Suradadi, Sikur, Janapria, untuk mengikuti pengajian di Jerowaru. Bahkan santri yang mengaji di majlis taklim TGH. Muhammad Mutawalli diperkirakan sampai lima ratus orang.
Tahun  1960-an sampai tahun 1967 M  jumlah para santri menurun drastis, hal ini disebabkan karna TGH. Muhammad Mutawalli mulai mengembangkan dakwahnya kepada masyarakt umum di beberapa tempat di seluruh pulau Lombok termasuk tempat-tempat masyarakat Islam Wetu Telu (Wetu Telu), dan pesantren tempat eksis karna makin bertambahnya guru-guru pembantu yang terdiri dari alumni pesantren Selaparang Kediri.
Tahun 1965/1966 M, adalah tahun yang paling kerisis bagi pesantren ini, dimana pada waktu itu santri tidak lebih dari dua puluh orang. Penyebab utamanya adalah instabilitas kondisi bangsa Indonesia yang di goncangkan oleh peristiwa G/30/S/PKI tahun 1965 M, dan kondisi ini lah yang menyebabkan masyarakat terganggu segala aktivitasnya dan sekaligus masa panca toba (penceklik) yang melanda masyarakat akibat keganasan pembrontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Di samping penyebab sibuknya TGH. Muhammad Mutawalli berdakwah kedaerah luar Lombok Timur juga mempengaruhi jalannya pendidikan dan pengajian di Pondok Pesantren ini.
Harapan masa depan yang cerah bagi pesantren ini mulai terlihat dari tahun 1967 M. Sampai seterusnya, karna pada tahun itu TGH. Muhammad Mutawalli mengajukan rencananya kepada masyarakat umum untuk membangun gedung madrasah permanen di Pesantren Jerowaru. Rencana ini disambut baik oleh masyarakat dan pemerintah daerah, sehingga dalam pelaksanaan pembangunan mendapat dukungan dari masyarakat yang ada di berbagai tempat di seluruh pulau Lombok.
Sehubungan dengan rencana pembangunan gedung permanen tersebut, maka asrama santri semula berlokasi di sebelah utara komplek masjid Jerowaru dipindahkan kesebelah timur masjid, seiring dengan pembangunan gedung permanen madrasah berloksi tidak jauh dari lokasi asrama yang baru dipindahkan. Alasan pemindahan lokasi pesantren lama kesebelah timur masjid semata-mata hanya untuk pengembangan dan perluasan area pondaok pesantren yang bukan hanya pada saat itu, tapi pesantren bias dimodifikasi sesuai dengan perkembangan zaman ke depan.
Tahun 1968 M gedung madrasah mulai dibangun dengan ukuran 30x8 m, terdiri dari 12 ruangan belajar, 1 ruangan kantor, 1 aula dengan membangun bertingkat tiga berbentuk bangunan kapal yang diarsitekturkan oleh TGH.M. Mutawalli. Pembangunan gedung pesantren Darul Aitam terus berjalan lancer tanpa ada halangan dan rintangan yang berat, sehingga pada tahun 1970 M pembangunan gedung baru madrasah Darul Aitam selesai dibangun dengan sewadanya murni masyarakat, dan boleh dikatakan gedung madrasah Darul Aitam adalah bangunan yang cukup megah di Lombok Timur pada waktu itu.
Pada tahun 1971 M, setelah berdirinya kokoh gedung madrasah Darul Itam, barulah secara resmi Pondok Pesantren di buka dengan mengayomi sebuah lembaga formal yaitu Madrasah Tsanawiyah Darul Aitam, yang kemudian diberi nama Pesantren dengan nama madrasahnya Darul Aitam. Dari penetapan nama pondok pesantren dengan nama Pondok Pesantren Dsrul Aitam, segala hal yang berhubungan dengan kegiatan pesantren dibenahi dan direformulasi mula dari administrasi kepesantrenan, kurikulum pesantren, tenaga pengajar, inventarisir asset-aset pesantren dan lain sebagainya.
Alhasil, Pondok Pesantren Darul Aitam mulai tanggal 6 Maret 1971 M secara resmi dan dibuka dan diresmikan oleh pendirinya lansung sehingga sejak itulah Pondok Pesantren mulai eksis kembali di dunia pendidikan formal, disamping pendidikan non formal, dan animo masyarakat untuk memasukan putra-putrynya ke Pondok Pesantren dari tahun ke tahun terus meningka, lebih-lebih di area kepemimpinan putra sulung TGH. M. Mutawalli yaitu TGH. Muhammad Sibawaihi Mutawalli, Pondok Pesantren Darul Aitam mengalami perkembangan yang pesat denagn mengembangkan lembaga-lembaga formal yang lebih tinggi yang diseduaikan dengan oerkembangan zaman yang kian hari kian berubah dan modern.

Adapun para pengajar ( Asatiz ) pada Pondok Pesantren Darul Aitam pada periode awal berdirinya terdiri dari murid-murid TGH. Muhammad Mutawalli antra lain;  Jamil Saefuddin, Lalu Nuh dan H. Kamarudin. Dewan guru tersebutlah yang intend an istiqomah mengajar dan membina para siswa dan santri setiap pagi, siang dan malam, dan sekaligus para dewan guru itu diberikan wewenang mengelola Pondok Pesantren oleh TGH. M. Mutawalli, sementra TGH. Muhammad Mutawalli lebih banyak mengeluangkan waktunya untuk ‘’ngamalin’’ (sasak) berdakwah ke berbagai daerah di Pulau Lombok.

Nilai Filosofi Penamaan Darul Aitam
Darul Aitam terdiri dari dua kata Dâr dan Al-Aitam Dâr dan Al-Aitam adalah bahasa Arab yang memiliki makna yang bermacam-macam sesuai dengan konteks kalimatnya.
1.      Kursi, tempat duduk, Tempat dudukmu  ditempati orang.
2.      Tempat Komunitas/krlompok masyarakat Ayomi dan pergaulilah mereka selama engkau berda dikomunitas mereka!
3.      Rumah, tempat singgah, tempat tinggal:
Apakah rumah mu jauh dari madrasah?
4.      Negeri Islam Tanah Air Indonesia
5.      Surga Al-Qoror, Surga as-Salam, adapun lapaz merupakan bentuk plural
Maknanya dapat ditinjau dari dua perspektif:
a.         Perspektif linguistiknya berarti : orang ditinggal mati oleh bapaknya.
Yatim juga berarti ornga yang faqir yang tidak memiliki harta benda.
b.         Perfektif filosofis, yatim artinya ornag yang tidak memiliki ilmu pengetahuan dan adab sopan satun, seperti ungkapan Imam Syafi’i
Bukanlah yang dikatakan yatim piatu itu ornag yang ditingal mati oleh ornag tuanya, tetapi sesungguhnya yang dikatagorikan yatim adalah ornag yang miskin (yatim) ilmu dan miskin adab sopan santun.
Berdasarakn dua makna kata ‘’ Darul Aitam ‘’ tersebut, dapat dikatakan bahwa Darul Aitam merupakan tempat singgah, tempat komunitas para santri baik santri yatim yang ditinggal mati oleh orang tuanya, maupun yatim majazi yang haus ilmu pengetahuan agama sekaligus rumah tinggal mereka untuk memetik buahnya syurga ilmu pengetahuan dan harum semerbak akhlak mulia yang diperoleh di negeri kedamaian yang di sebut dengan Pondok Pesantren ‘’Darul Aitam’’
Makna Filosofi Lambang Yayasan Pondok Pesantren Darul Yatam Wal-Masakin ( Darul Aitam)

Darul Yatama Walmasakin sebagai sebuah lembaga yang bergerak dibidang pendidikan, social, dan dakwah islamiah memiliki cirri khas dan symbol keorganisasian yang membedakannya dengan lembaga keorganisasian yang bergerak di bidang yang sama. Prinsip dasar yang diletakkan pondasinya oleh pendiri lembaga ini yaitu, TGH. Muhammad Mutawalli tetap mengacu pada prinsip bersama dengan perbedaan, berbeda dalam kebersamaan terkandung makna symbol.
apapun yang membedakan satu diantara yang lain tetap memiliki prinsip dan tujuan yang sama, yaitu menuju ridho Allah dengan jalan memberikan kontribusi yang sebanyak-banyaknya kepada masyarakat, agama, nusa dan bangsa.
Untuk mengenal lebih lanjut, maka filosofis dari lambing yayasan darul al-yatama wal al-masakin, berikut ini dideskripsikan secara konperhensif maka yang terkandung dalam symbol Darul Yatama Wa Al-Masakin berdasarkan hasil pengamatan dan interviu yang mendalam dari berbagai komponen informan yang kompeten dibidangnya, sekaligus pengikut setia, bahkan selanjut dari rintisan perjuangan pendiri yayasan TGH. M. Muttawalli, sebagai berikut:
a.       Kapal laut melambangkan iman yang akan menyelamatkan manusia dari godaan dunia yang meneggelamkan dan menipu daya.
b.      Tiyang penyaggah layar kapal melambangkan lima rukun islam sebagai pondasi agama.
c.       Layar terkembang melambangkan ‘’tawakkal kepada allah’’.
d.      Tali pengikat layar sebnyak Sembilan puluh Sembilan untas yang melambangkan nama-nama allah yang indah (al asma al husna).
e.       Lautan tempat berlabunhnya kapal melambangkan, dunia sebagai jalan munuju dermaga akhirat.
f.       Padi dan kapas melambangkan, kebahagiaan hidup didunia.
g.      Warna dasar lambang hijau tua melambangkan semangat optimisme menuju indahnya kebahagiaan.
Menurut pemahaman penulis dari makna simbolisasi tersebut dapat dideskripsikan dengan pendekatan tasawuf yang melambang,kan kehidupan dunia dan bagaimana memperoleh kehidupan akherat nanti.
Lautan sebagai landasan berlabuhnya kapal laut melambangkan bagaina kejamnya kehidupan dunia yang penuh cobaan, takubahnya seperti lautan dalam yang menenggelamkan ornag yang tidak memiliki kemampuan untuk berlabuh, berlayar ataupun berenang, maka kapal laut adalah juru selamat bagi manusia yang akan tenggelam dilautan yang dalam, kapal laut ituah ibarat iman dan takwa kepada allah, dan tujuan ahir yang dituju yaitu terminal surganya allah, dan hal ini tidak akan terwujud tanpa bimbingan iman dan takwa yang ada pada diri manusia.
Kapal lautpun tidak akan bias berlanbuh dan berlayar dengan cepat tanpa dilengkapi denga seperangkat peralatan utama seperti tiang penyanggah layar dan ikatan ikatan tali kemali yang menghubungkan alat yang satu dengan alat yang lain, maknanya adalah iman tidak akan sempurna tanpa ada topangan tiang agama berupa rukun islam, dan ucapan uacapan indah dari mengingat akan nama-nama allah dalam segala hal dan tindakan, dalam keadaan suka maupun duka, pengikat hati adalah zikir kepada allah, sembari tetap tawakkal kepada allah sang pengatur hidup tak ubahya seperti nilai filosofis layar terkembang, yang selalu mengikuti kemana arah angit bertiup.
Jika kesempurnaan dan penyatuan iman, islam, dan ikhsan ada apada diri manusia, maka pastilah dia akan merasakan kebahagiaan dan kedamaian hidup di dunia maupun diahirat nanti seperti pelambangan padi dan kapas, dan harus tetap optimis dan penuh harpan ridho dan rahmat tuhan yang tercurahkan kepada setiap orang yang berlabuh dengan imannya, berlayaar dengan tawakkal kepada allah berpegang teguh pada tiayang agama, dan terahir terbingkai dengan padi dan kapasnya kehidupan yang damai dan sejahtra.

No comments:

Post a Comment