KIPRAH,
PERJUANGAN DAN PENGABDIAN TGH. M. MUTAWALLI
A.
KIPRAH DI BIDANG
PENDIDIKAN
1.
Membuka Majlis
Taklim
Tuan Guru Haji Muhammad Mutawalli
setelah sekian tahun menuntut ilmu di tanah suci Makkah al-Mukarramah dan kembali kekampung halamannya di Indonesia untuk menyebarluaskan
ilmu pengetahuan agama dan mendorong sekaligus membantu tatanan moralitas dan
akhlak mulia (al-ahklak al-karimah) di kalangan masyarakat muslim pada
khususnya, dan masyarakat secara umum.
Tradisi Tuan Guru Lombok sepulang dari
pengembaranya menuntut ilmu, adalah membetuk pengajian-pengajian kecil di tempat
tinggalnya dengan system khalaqoh ( duduk bersila ), di mana Tuan Guru dan
santri mengaji di hadapan Tuan Guru dengan materi-materi pengajian yang paling
mendasar, mulai dari materi ke-tauhid-an dengan membuka kitab Arab Melayu
seperti Masailah al-Muhtady, Perukunan, dan lain sebagainya. Hal ini dimaksud
untuk mempertebal keyakinan masyarakat akan hakikat Allah SWT sebagai pecipta
alam semesta, mengingat kondisi masyarakat saat itu, sangant rentan denagan apa
yang disebut TBC (Takhayul, bid’ah dan Churafat) Kondisi ini terus berkembang
dan berakar di kalangan masyarakat secara umum, didebabkan karna paham animisme
masyarakat sudah terbentuk sejak penjajahan Kerajaan Karnag Asem Hindu Bali
yang menjajah masyarakat sasak sekian abad lamanya, sehingga tidak mengherankan
jika masyarakat terpolarisasi dengan paham-paham Hinduisme.
TGH. Muhammad Mutwalli, sebagai
salah seorang tokoh agama dan tokoh masyarakat, amat sangat terpanggil untuk
menyelamatkan akidah dan keyakinan masyarakat Sasak dari keyakinan-keyakinan
yang sesat, keyakinan yang membawa kemusyrikan. Maka dari situlah TGH. Muhammad
Mutawalli mulai membuka Majlis Taklim, Majlis pengajian untuk masyarakat umum.
Sebetulnya, aktivitas dakwah beliau
telah dirintisnya semenjak beliau masih menjadi santri di pondok Pesantren
Selaparang Kediri Lombok Barat di bawah asuhan TGH. L. Abdul Hafidz Sulaiman
sekitar tahun 1937-an tetapi aktivitas pengajian umum beliau tidak berjalan
dengan lancar karan terikat dengan aktivitas beliau dalam mengikuti pengajian
kitab kuning dihadapan TGH. L. Abdul Hafidz, dan eksisnya beliau
menyebarluaskan syiar dan ajaran Islam setlah beliau pulang dari Tanah Suci
Makkah pada tahun 1947.
Aktifitas dakwah beliau dengan
system Majlis Taklim/duduk bersila: Khalakoh, dirintis pertamakali di keramat
Direk Jerowaru, tempat tingal TGH. Muhammad Mutawalli bersama keluarga.
Rintissan tempat pertama kali TGH Muhammad Mutawalli membuka pengajian sangat
relevan sekali dengan nilai filosofis Keramat Direk, hal ini dilandasi dengan
berbagai versi tentang penamaan Keramat Direk, antara lain;
Versi TGH. M. Sibawaihi Mutawalli,
Ust. Ratmaji, dan Ust. H. Jamil Saefudin, mengatakn penamaan Keramat Direk itu
sebetulnya adalah diambil dari bahasa sasak Keremak Dirik Keremak: artinya
memperbaiki diri, Diri’: Diri jadi Keremak Diri’: artinya memperbaiki dari
segala hal-hal yang merusak iman dan taqwa serta akhlak mulia.
Versi mamiq hafizd (L. Sinerep)
menyebut bahwa Keramat Direk, itu di artikan sebagai tempat keramat, di tempat
itu dimakamkan seorang tokoh penyebar Islam di desa Jerowaru yang beragama
Arab-Makasar, yang terkenal dengan nama marga Al-Idrus, dan bukti adanya marga
Arab Al-Idrus sebagai keturunan Nabi Muhammad dari Husaini, yaitu adanya
pertalian hubungan keluarga dengan masyarakat Jerowaru sehingga
keturunan-keturunan yang tersebar di daerah pesisir pantai seperti: Tanjung
Luar, Jerowaru Selebung, Lungkak, dan lain-lain, dan keturunan sayyid tersebut
secara otomatis dan hubungan kekeluargaan dengan Tuan Guru Haji Muhammad
Mutawalli dari pihak perempuan. Dan inilah yang menyebabkan tempat itu
dinamakan keramat (mulia) yang secara kebetulan berada di Dire’ (Sasak), lawan
dari Bongkot (Sasak) yang berarti hilir.
Menurrt hemat penulis, penamaan
Keramat Dire’ itu bias saja terjadi perbedaan penafsiran (Interpretasi)
tergantung dari presfektif mana ditinjau, Keramat Dire’ yang berarti Kerema’
Diri’ dalam tinjauan linguistiknya atau Keramat Dire’ dalam tinjauan
historisnya, tetap saja berorientasi pada satu pemaknaan yaitu mengembangkan
potensi-potensi mulia yang pernah dirintis oleh para pendahulu yang bertujuan
untuk bagaiman mengkerema’ diri’ (memperbaiki diri) dari tatanan amoral menjadi
moral, dari asusila menjadi susila, dari akhlak yang jelek menuju akhlak yang
terpuji. Sehingga dengan demikian akan mendapatkan hidayah dan taufiq dari
Allah SWT.
Keramat Dire’ adalah saksi bisu
sejarah perjuangan dakwah TGH. Muhammad Mutawalli yang pertama kali dirintis.
Dan dari sinilah nama dan ketokohan TGH. Muhammad Mutawalli tersebar di
kalangan masyarakat, baik masyarakat level bawah (awam ) maupun masyarakat
level atas (elite), dan aktifitas
pengajian khalaqoh TGH. Muhammad Mutawalli di tempat itu, terus dipadati dan
dibanjiri oleh para santri dan masyarakat sekitar selama ukuran waktu 1947-1954
M.
1.
Membuka
Lembaga Pendidikan
a.
Lembaga
Pendidikan Nahdlatul Awam Jerowaru.
TGH. Muhammad Mutawalli denagn
segala kepiawaiannya dalam menyampaikan misi syiar Islam di kalangan
masyarakat, bukan hanya membentuk Majlis
Taklim, maka masyarakat menginginkan supaya ada lembaga pendidikan formal yang
bias menampung para santri yang tidak mampu sekolah ke luar desa, seperti ke
Pancor, Kediri, Lomban, Jurang Jaler, dan sebagainya.
Berdasarkan desakan masyarakt
sekitar, dan semangat keberagamaan mereka, TGH. Muhammad Mutawalli merasa
terpanggil untuk mendirilkan lembaga formal, sehingga terbentuk sebuah Madrasah
ibtida’iyyah (MI) yang di beri nama dengan Madrasah Nahdlatul Awam yang di
dirikan pada tahun 1954 M yang berlokasi
di sebuah utara masjid Jerowaru yang sekarang.
Lokasi madrasah Nahdlatul Awam yang
berada di tengah-tengah desa sangat strategis untuk dijangkau oleh para santri
dari sekitar desa Jerowaru. Dan kebanyakakn santri datang dari dusun-dusun
terpencil seperti dusun pelambik, kelebuh, Batu Bawi, Orong Bukal, Paek, dan
sebagainya.
Animo masyarakat untuk
menyekolahkan anak-anaknya di madrasah Nahdlatul Awam dapat dilihat dari
banyaknya santri-santri yang belajar dari madrasah tersebut sekitas ratusan
siswa yang terdaftar. Dengan demikian segala aktivitas kegiatan belajar
mengajar(KBM) sangant tergantung pada aspek-aspek yang bertalian denagn urusan
kependidikan, mulai dari tenaga pengajar, kurikulum, sarana dan prasarana, dan
aspek-aspek tersebut sangat terbatas yang dimiliki oleh sebuah lembaga kecil
yang bernama Nahdlatul Awam.
Adapun sarana dan prasarana berupa
bangunan madrasah Nahdlatul Awam pada awalnya terdiri dari bangunan sederhana
yang hanya menampung bebrapa puluh siswa, akan tetapi dalam waktu yang tidak
terlalu lama bangunan Madrasah Nahdlatul Awam diperbaiki dan diperluas area lokasinya
sehingga dapat menampung para siswa yang belajar di madrasah Nahdlatul Awam dan
madrasah ini masih dikatagorikan sebagai madrasah sederhana dan tradisioanal.
Kegiatan belajar mengajar di
madrasah Nahdlatul Awam berjalan seadanya, karna keterbatsan tenaga penagajar,
dan pada saat itu tenaga pengajar hanya empat dewan guru yaitu, Ustadz
Badaruddin, Ustadz Karim, Ustadz Suahaimi, dan Ustadz Sayyid Shaleh al-Idrus.
Para dewan guru tersebut dengan segala keterbatasan fasilitas tetap menjalankan
tugas dan kewajibannya sebagai dewan guru.
Madrasah Nahdlatul Awam di bawa
asuhan pendirinya Tuan Guru Haji Muhammad Muatawalli mengalami pasang surut,
sehingga pada akhirnya terjadi stagnasi pengelolaan dan kemandegan kegiatan
belajar menagajar yang disebabkan karena persoalan ekonomi, sehingga madrasah
Nahdlatul Awam hanya bias eksis dan bertahan selama empat tahun (1954-1958 M).
b.
Pondok
Pesantren Darul Aitam
Madrasah Nahdlatul Awam sebagai
cikal bakal lahirnya pondak pesantren Darul Aitam yang dirintis oleh Tuan Guru
Haji Muhammad Mutawalli sejak tahaun 1954 M, berselang kurun waktu antara Tahun
1954-1971 M, pesantren Darul Aitam terjadi dinamika perkembangan dan
pertumbuhan yang ‘ dinamis’’. Pada tahun 1954 M sampai tahun 1958 M
terbentuknya Madrasah Ibtidaiyyah Nahdlatul Awam dengan segala
kesederhanaannya, sehingga bubarnya madrasah tersebut pada tahun 1958 M.
Meskipun secara kelembagaan madrasah Nahdlatul Awam bubar, tapi masyarakat
tetap berbondang-bondong mengikuti pengajian umum yang disampaikan oleh TGH. Muhammad
Mutawalli, tempatnya tahun 1959 M masyarakat luar kabupaten Lombok timur sudah
berdatangan seperti dari Kenyalu, Suradadi, Sikur, Janapria, untuk mengikuti pengajian
di Jerowaru. Bahkan santri yang mengaji di majlis taklim TGH. Muhammad
Mutawalli diperkirakan sampai lima ratus orang.
Tahun 1960-an sampai tahun 1967 M jumlah para santri menurun drastis, hal ini
disebabkan karna TGH. Muhammad Mutawalli mulai mengembangkan dakwahnya kepada
masyarakt umum di beberapa tempat di seluruh pulau Lombok termasuk
tempat-tempat masyarakat Islam Wetu Telu
(Wetu Telu), dan pesantren tempat
eksis karna makin bertambahnya guru-guru pembantu yang terdiri dari alumni
pesantren Selaparang Kediri.
Tahun 1965/1966 M, adalah tahun
yang paling kerisis bagi pesantren ini, dimana pada waktu itu santri tidak
lebih dari dua puluh orang. Penyebab utamanya adalah instabilitas kondisi
bangsa Indonesia yang di goncangkan oleh peristiwa G/30/S/PKI tahun 1965 M, dan
kondisi ini lah yang menyebabkan masyarakat terganggu segala aktivitasnya dan
sekaligus masa panca toba (penceklik) yang melanda masyarakat akibat keganasan
pembrontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Di samping penyebab sibuknya TGH.
Muhammad Mutawalli berdakwah kedaerah luar Lombok Timur juga mempengaruhi
jalannya pendidikan dan pengajian di Pondok Pesantren ini.
Harapan masa depan yang cerah bagi
pesantren ini mulai terlihat dari tahun 1967 M. Sampai seterusnya, karna pada
tahun itu TGH. Muhammad Mutawalli mengajukan rencananya kepada masyarakat umum
untuk membangun gedung madrasah permanen di Pesantren Jerowaru. Rencana ini
disambut baik oleh masyarakat dan pemerintah daerah, sehingga dalam pelaksanaan
pembangunan mendapat dukungan dari masyarakat yang ada di berbagai tempat di
seluruh pulau Lombok.
Sehubungan dengan rencana
pembangunan gedung permanen tersebut, maka asrama santri semula berlokasi di
sebelah utara komplek masjid Jerowaru dipindahkan kesebelah timur masjid,
seiring dengan pembangunan gedung permanen madrasah berloksi tidak jauh dari
lokasi asrama yang baru dipindahkan. Alasan pemindahan lokasi pesantren lama
kesebelah timur masjid semata-mata hanya untuk pengembangan dan perluasan area
pondaok pesantren yang bukan hanya pada saat itu, tapi pesantren bias
dimodifikasi sesuai dengan perkembangan zaman ke depan.
Tahun 1968 M gedung madrasah mulai
dibangun dengan ukuran 30x8 m, terdiri dari 12 ruangan belajar, 1 ruangan
kantor, 1 aula dengan membangun bertingkat tiga berbentuk bangunan kapal yang
diarsitekturkan oleh TGH.M. Mutawalli. Pembangunan gedung pesantren Darul Aitam
terus berjalan lancer tanpa ada halangan dan rintangan yang berat, sehingga
pada tahun 1970 M pembangunan gedung baru madrasah Darul Aitam selesai dibangun
dengan sewadanya murni masyarakat, dan boleh dikatakan gedung madrasah Darul
Aitam adalah bangunan yang cukup megah di Lombok Timur pada waktu itu.
Pada tahun 1971 M, setelah
berdirinya kokoh gedung madrasah Darul Itam, barulah secara resmi Pondok
Pesantren di buka dengan mengayomi sebuah lembaga formal yaitu Madrasah
Tsanawiyah Darul Aitam, yang kemudian diberi nama Pesantren dengan nama
madrasahnya Darul Aitam. Dari penetapan nama pondok pesantren dengan nama
Pondok Pesantren Dsrul Aitam, segala hal yang berhubungan dengan kegiatan
pesantren dibenahi dan direformulasi mula dari administrasi kepesantrenan,
kurikulum pesantren, tenaga pengajar, inventarisir asset-aset pesantren dan
lain sebagainya.
Alhasil, Pondok Pesantren Darul
Aitam mulai tanggal 6 Maret 1971 M secara resmi dan dibuka dan diresmikan oleh
pendirinya lansung sehingga sejak itulah Pondok Pesantren mulai eksis kembali
di dunia pendidikan formal, disamping pendidikan non formal, dan animo
masyarakat untuk memasukan putra-putrynya ke Pondok Pesantren dari tahun ke tahun
terus meningka, lebih-lebih di area kepemimpinan putra sulung TGH. M. Mutawalli
yaitu TGH. Muhammad Sibawaihi Mutawalli, Pondok Pesantren Darul Aitam mengalami
perkembangan yang pesat denagn mengembangkan lembaga-lembaga formal yang lebih
tinggi yang diseduaikan dengan oerkembangan zaman yang kian hari kian berubah
dan modern.
Adapun para pengajar ( Asatiz )
pada Pondok Pesantren Darul Aitam pada periode awal berdirinya terdiri dari
murid-murid TGH. Muhammad Mutawalli antra lain;
Jamil Saefuddin, Lalu Nuh dan H. Kamarudin. Dewan guru tersebutlah yang
intend an istiqomah mengajar dan membina para siswa dan santri setiap pagi,
siang dan malam, dan sekaligus para dewan guru itu diberikan wewenang mengelola
Pondok Pesantren oleh TGH. M. Mutawalli, sementra TGH. Muhammad Mutawalli lebih
banyak mengeluangkan waktunya untuk ‘’ngamalin’’ (sasak) berdakwah ke berbagai
daerah di Pulau Lombok.
Nilai Filosofi Penamaan
Darul Aitam
Darul
Aitam terdiri dari dua kata Dâr dan Al-Aitam Dâr dan Al-Aitam adalah bahasa Arab
yang memiliki makna yang bermacam-macam sesuai dengan konteks kalimatnya.
1. Kursi,
tempat duduk, Tempat dudukmu ditempati
orang.
2. Tempat
Komunitas/krlompok masyarakat Ayomi dan pergaulilah mereka selama engkau berda
dikomunitas mereka!
3. Rumah,
tempat singgah, tempat tinggal:
Apakah rumah mu jauh
dari madrasah?
4. Negeri
Islam Tanah Air Indonesia
5. Surga
Al-Qoror, Surga as-Salam, adapun lapaz merupakan bentuk plural
Maknanya dapat ditinjau
dari dua perspektif:
a.
Perspektif linguistiknya berarti : orang
ditinggal mati oleh bapaknya.
Yatim juga berarti ornga yang faqir yang tidak
memiliki harta benda.
b.
Perfektif filosofis, yatim artinya ornag
yang tidak memiliki ilmu pengetahuan dan adab sopan satun, seperti ungkapan
Imam Syafi’i
Bukanlah yang dikatakan yatim piatu
itu ornag yang ditingal mati oleh ornag tuanya, tetapi sesungguhnya yang
dikatagorikan yatim adalah ornag yang miskin (yatim) ilmu dan miskin adab sopan
santun.
Berdasarakn dua makna kata ‘’ Darul
Aitam ‘’ tersebut, dapat dikatakan bahwa Darul Aitam merupakan tempat singgah,
tempat komunitas para santri baik santri yatim yang ditinggal mati oleh orang
tuanya, maupun yatim majazi yang haus ilmu pengetahuan agama sekaligus rumah
tinggal mereka untuk memetik buahnya syurga ilmu pengetahuan dan harum semerbak
akhlak mulia yang diperoleh di negeri kedamaian yang di sebut dengan Pondok
Pesantren ‘’Darul Aitam’’
Makna
Filosofi Lambang Yayasan Pondok Pesantren Darul Yatam Wal-Masakin ( Darul
Aitam)
Darul
Yatama Walmasakin sebagai sebuah lembaga yang bergerak dibidang pendidikan,
social, dan dakwah islamiah memiliki cirri khas dan symbol keorganisasian yang
membedakannya dengan lembaga keorganisasian yang bergerak di bidang yang sama.
Prinsip dasar yang diletakkan pondasinya oleh pendiri lembaga ini yaitu, TGH.
Muhammad Mutawalli tetap mengacu pada prinsip bersama dengan perbedaan, berbeda
dalam kebersamaan terkandung makna symbol.
apapun yang membedakan satu diantara yang lain tetap
memiliki prinsip dan tujuan yang sama, yaitu menuju ridho Allah dengan jalan
memberikan kontribusi yang sebanyak-banyaknya kepada masyarakat, agama, nusa
dan bangsa.
Untuk mengenal lebih lanjut, maka
filosofis dari lambing yayasan darul al-yatama wal al-masakin, berikut ini
dideskripsikan secara konperhensif maka yang terkandung dalam symbol Darul
Yatama Wa Al-Masakin berdasarkan hasil pengamatan dan interviu yang mendalam
dari berbagai komponen informan yang kompeten dibidangnya, sekaligus pengikut
setia, bahkan selanjut dari rintisan perjuangan pendiri yayasan TGH. M.
Muttawalli, sebagai berikut:
a. Kapal
laut melambangkan iman yang akan menyelamatkan manusia dari godaan dunia yang
meneggelamkan dan menipu daya.
b. Tiyang
penyaggah layar kapal melambangkan lima rukun islam sebagai pondasi agama.
c. Layar
terkembang melambangkan ‘’tawakkal kepada allah’’.
d. Tali
pengikat layar sebnyak Sembilan puluh Sembilan untas yang melambangkan
nama-nama allah yang indah (al asma al husna).
e. Lautan
tempat berlabunhnya kapal melambangkan, dunia sebagai jalan munuju dermaga akhirat.
f. Padi
dan kapas melambangkan, kebahagiaan hidup didunia.
g. Warna
dasar lambang hijau tua melambangkan semangat optimisme menuju indahnya
kebahagiaan.
Menurut pemahaman penulis dari
makna simbolisasi tersebut dapat dideskripsikan dengan pendekatan tasawuf yang
melambang,kan kehidupan dunia dan bagaimana memperoleh kehidupan akherat nanti.
Lautan sebagai landasan berlabuhnya
kapal laut melambangkan bagaina kejamnya kehidupan dunia yang penuh cobaan,
takubahnya seperti lautan dalam yang menenggelamkan ornag yang tidak memiliki
kemampuan untuk berlabuh, berlayar ataupun berenang, maka kapal laut adalah
juru selamat bagi manusia yang akan tenggelam dilautan yang dalam, kapal laut
ituah ibarat iman dan takwa kepada allah, dan tujuan ahir yang dituju yaitu
terminal surganya allah, dan hal ini tidak akan terwujud tanpa bimbingan iman
dan takwa yang ada pada diri manusia.
Kapal lautpun tidak akan bias
berlanbuh dan berlayar dengan cepat tanpa dilengkapi denga seperangkat
peralatan utama seperti tiang penyanggah layar dan ikatan ikatan tali kemali
yang menghubungkan alat yang satu dengan alat yang lain, maknanya adalah iman
tidak akan sempurna tanpa ada topangan tiang agama berupa rukun islam, dan
ucapan uacapan indah dari mengingat akan nama-nama allah dalam segala hal dan
tindakan, dalam keadaan suka maupun duka, pengikat hati adalah zikir kepada
allah, sembari tetap tawakkal kepada allah sang pengatur hidup tak ubahya
seperti nilai filosofis layar terkembang, yang selalu mengikuti kemana arah
angit bertiup.
Jika kesempurnaan dan penyatuan
iman, islam, dan ikhsan ada apada diri manusia, maka pastilah dia akan
merasakan kebahagiaan dan kedamaian hidup di dunia maupun diahirat nanti
seperti pelambangan padi dan kapas, dan harus tetap optimis dan penuh harpan
ridho dan rahmat tuhan yang tercurahkan kepada setiap orang yang berlabuh
dengan imannya, berlayaar dengan tawakkal kepada allah berpegang teguh pada
tiayang agama, dan terahir terbingkai dengan padi dan kapasnya kehidupan yang
damai dan sejahtra.
No comments:
Post a Comment